BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat
antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Mengingat
adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, maka
adalah rasional untuk menduga akan timbulnya perbedaan perbedaan pendapat,
keyakinan-keyakinan serta ide-ide.
Setiap organisasi dimana manusia berinteraksi mempunyai kemungkinan
terjadi konflik. Institusi kesehatan mempunyai banyak kelompok-kelompok yang
berinteraksi, staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan
pengunjung, staf dengan dokter dan sebagainya. Interaksi-interaksi ini sering
menimbulkan konflik.
Konflik berhubungan dengan perasaan-perasaan termasuk
perasaan diabaikan, dipandang sebagai mana adanya, diperlakukan seperti budak,
tidak dihargai. Hal ini berhubungan dengan kurangnya harga diri dan tidak di
anggap berharga. Perasaan-perasaan individu menimbulkan suatu titik kemarahan.
Hal ini mengakibatkan perilaku bermaksud jahat seperti berfikir, berdebat, atau
berkelahi.
Individu dapat membiarkan perasaan dan perilakunya dalam
bekerja. Penurunan produktifitas, kadang-kadang dengan maksud tertentu, dan
sengaja dibuat kesalahan-kesalahan.
Di samping itu perlu diingat bahwa orang-orang bekerja sama
erat satu sama lain dan khususnya dalam rangka upaya mengejar sasaran-sasaran
umum, maka cukup beralasan untuk mengasumsi bahwa dengan berlangsungnya waktu
yang cukup lama, pasti akan timbul perbedaan-perbedaan pendapat antara meraka.
mengingat bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka approach yang baik untuk diterapkan adalah pendekatan mencoba
memanfaatkan konflik demikian rupa, hingga ia tetap serta efektif untuk
sasaran-sasaran yang di inginkan. Pendekatan konflik sebagai bagian normal dari
perilaku dapat di manfaatkan sebagai alat untuk mempromosikan dan mencapai
perubahan-perubahan yang di kehendaki.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa Definisi Konflik?
1.2.2 Bagaimana Sejarah Terjadinya manajemen konflik?
1.2.3 Apa Kategori Konflik?
1.2.4 Apa Penyebab dari Konflik?
1.2.5 Bagaimana Proses Terjadinya Konflik?
1.2.6 Bagaimana Penyelesaian Konflik?
1.2.7 Bagaimana Hasil dari Manajemen Konflik?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 Untuk Mengetahui Definisi Konflik
1.3.2 Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Trjadinya
Manajemen Konflik
1.3.3 Untuk Mengetahui Kategori Konfllik
1.3.4 Untuk Mengetahui Penyebab dari Konflik
1.3.5 Untuk Mengetahui Proses Terjadinya Konflik
1.3.6 Untuk Mengetahui Bagaimana Penyelesaian Konflik
1.3.7 Untuk Mengetahui Hasil dari Manajemen Konflik
1.4 MANFAAT PENULISAN
1.4.1 Bagi Penulis
Sebagai
pedoman dan panduan mahasiswa dalam memahami arti penting dari Manajemen
konflik.
1.4.2 Bagi Dosen
Penulisan makalah ini dapat menjadi tolak ukur pemahaman
mahasiswa terhadap Manajemen konflik.
1.4.3 Bagi Pembaca
Meningkatkan
kesadaran pembaca terhadap pentingnya Manajemen konflik.
1.5 METODE PENULISAN
Adapun metode penulisan yang penulis lakukan adalah :
1.5.1 Tinjauan Pustaka
Mempelajari dari buku dan internet.
1.5.2 Pengumpulan Data
Mengumpulkan data-data yang terkait
dengan manajemen konflik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Konflik
Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi
sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua
orang atau lebih. (Marquis & Huston 1998).
Konflik dapat di kategorikan sebagai suatu kejadian atau
proses. Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi dari suatu ketidak setujuan
antara dua orang atau organisasi dimana seseorang tersebut menerima sesuatu
yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik di manifestasikan
sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok
berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan diri seseorang.
Konflik adalah suatu hal yang penting dan secara aktif
mengajak organisasi untuk terjadinya suatu konflik yang berarti juga sebagai
pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa konflik dapat berakibat
pertumbuhan produksi dan kehancuran organisasi, tergantung bagaimana
manajer mengolahnya. Karena konflik
adalah suatu yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu organisasi, maka manajer
harus mengolahnya dengan baik.
2.2 Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik
Sejarah terjadinya suatu konflik di suatu organisasi dimulai
seratus tahun yang lalu, dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan
peristiwa yang pasti terjadi di organisasi. Pada awal abad ke-20, konflik
diindikasikan sebagai suatu kelemahan manajemen disuatu organisasi dan harus
dihindarkan.
Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi
konflik selalu akan merusaknya. Sewaktu konflik mulai terjadi pada suatu
organisasi, meskipun dihindari dan ditolak, maka harus diselesaikan secepatnya.
Konflik sebenarnya dapat dihindari, kalo staf diarahkan terhadap suatu tujuan
yang jelas dalam melaksanakan tugasnya dan ketidakpuasan staf harus
diekspresikan secara langung supaya masalah tidak menumpuk dan bertambah
banyak.
Pada pertengahan abad ke-19, sewaktu ketidak puasan staf dan
umpan balik dari atasan tidak ada, maka konflik diterima secara pasif dan
sebagai suatu kejadian yang normal dalam organisasi. Oleh karena itu sebagai
manajer harus belajar tentang bagaimana menyelesaikan konflik tersebut dari
pada berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi sebagai suatu
unsur penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya, tetapi diakui bahwa konflik
dan kerjasama dapat terjadi secara bersamaan.
2.3
Kategori Konflik
Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini
merupakan masalah internal untuk mengklarifikasikan nilai dan keinginan dari
konflik yang terjadi. Hal ini sering di manifestasikan sebagai akibat dari kompetisi
peran. Misalnya, manajer mungkin merasa konflik intrapersonal dengan loyalitas
terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan dan loyalitas kepada
pasien.
2. Interpersonal
Konflik yang terjadi antar dua orang atau lebih dimana
nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena
seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan
perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konfik dengan teman sesama
manajer, atasan dan bawahannya.
3. Intergroup ( Antar Kelompok )
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang,
departemen atau organisasi. Sumber jenis konflik ini adalah hambatan dalam
mencapai kekuasaan dan otoritas ( kualitas jasa layanan ), keterbatasan
prasarana.
Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan
konflik intrapersonal, interpersonal dan antar kelompok. Tapi dalam organisasi
konflik dipandang sebagai konflik secara vertikal dan horizontal (Marquis &
Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi atasan dan bawahan. Konflik horizontal
terjadi antara staf dengan kedudukan atau posisi yang sama. Misalnya konflik
horizontal ini meliputi wewenang, keahlian dan praktik.
2.4 Penyebab Konflik
2.4.1 Perilaku Menetang
Perilaku menetang dapat menimbulkan konflik. Yang
menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ini di tunjukan.
Manajer perawat harus menentukan perilaku bahwa seseorang yang memperlihatkan
perilaku menentang dapat menimbulkan konflik. Menentang adalah ancaman pada
suatu dialog yang rasional.
Seorang penentang menentang kewenangan manajer perawat
melalui perilaku kenakalan dan perilaku yang keras, perilaku ini mungkin
berlaku verbal dan non verbal.
Murfhy menggambarkan tiga versi penentang. Pertama adalah Competitive Bomber yang mudah menolak
untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam yang dapat
diterjemahkan sebagai “urus aja sendiri”. Mereka dengan wajah cemberut pergi
meninggalkan manajer perawat atau tidak masuk kerja. Penentang kompetitif ini
dapat merusak secara agresif berupa serangan yang sengaja. Mereka berkomentar
tentang kondisi kerja yang tidak adil dan kacau, manipulasi dan jadwal kerja
yang jelek. Perilaku-perilaku ini dilakukan untuk memancing respons manajerial. Apabila mereka
mendapatkan suatu respon , mereka merajuk dan memaksa untuk mendapatkan
dukungan teman-teman sejawat bahkan manajemen lebih tinggi.
Penentang kedua adalah Martyred
Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu
bekerja sama tetapi juga sambil
melakukan ejekan dan hinaan, mereka mengeluh dan mengkritik untuk mendapat
dukungan yang lain.
Yang ketiga adalah Avolder.
penentang ini menghindarkan kesepakatan dan partisipasi. Mereka tidak
merespon terhadap manajer perawat. Apabila kondisi berubah maka mereka
menghindar untuk berpartisipasi.
Konflik menimbulkann stres, ketakutan, kecemasan dan
perubahan dalam hubungan profesional. Kondisi-kondisi ini dapat berpotensial
menimbulkan konflik. Stresor termasuk “mendapatkan tanggung jawab sedikit,
kurangnya partisipasi dalam membuat keputusan, kurangnya dukungan manajerial,
keharusan untuk meningkatkan standar penampilan dan penyesuaian dengan
perubahan tekhnologi yang cepat”. Biaya stres pada tahun 1973 diperkirakan 1
sampai 3 % dari GNP (gross national
product). Dan bisa saja angka tersebut meningkat setelah tahun 1973.
Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa
penat karena mencoba mempertahankan sistem pendukung untuk memberi perawatan.
Perawat klinis merasa penat karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan
kualitas tinggi.
Konfrontasi, ketidak setujuan. Dan kemarahan adalah bukti
dari stres dan konflik. Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan
yang dilakukan manusia, termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi.
Stres pada pasien dapat menimbulkan penyakit ringan
introgenik, komplikasi dan pelambatan pemuliahan. Hal ini dapat ditimbulkan
oleh depresi atau kecemasan. Dan staf yang stres tidak dapat menghadapi pasien
yang stres, dan ini dapat menimbulkan tidak efisien, ketidak puasan kerja dan tidak
mengacuhkan perawatan. Pada akhirnya staf terpancing dalam konflik. Mereka juga
dapat mengelami penyakit ringan iatrogenik seperti pasien-pasien mereka.
Keluarga pasien dapat menambah stres bila tidak ditangani dengan baik,
meningkatnya stres pada pasien dan staf menurunkan keefektifan penggunaan waktu
masalah-masalah ini meningkatnya biaya perawatan pasien, meningkatnya rasa
sakit dan menurunnya efisiensi dan efektivitas perawatan. Dimasa yang akan
datang pasien dapat pergi kemana saja untuk mendapatkan perawatan, apakah
inisiatif sendiri maupun atas rekomendasi dokter, keluarga, teman atau kenalan.
2.4.3 Stres
Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit,
mereka harus berinteraksi secara konstan dengan anggota staf yang lain,
pengunjung dan dokter-dokter. Terutama pada ruang/unit perawatan intensif yang
penuh sesak. Menimbulkan kepenatan dan pergantian.
2.4.4 Kewenangan Dokter
Dokter-dokter dilatih untuk berwenang terhadap perawat.
perawat masakini ingin menjadi lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab
profesional, dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Mereka banyak
menggunakan waktu berada didekat pasien dari pada dokter, dan sering kali
mempunyai usulan yang valid dalam mengubah tindakan terapi. Para dokter
terkadang melalaikan usulan-usulan mereka, yang menunjukan mereka tidak
menginginkan umpan balik. Perawat menjadi marah bila harga diri mereka menurun.
Komunikasi gagal, terutama komunikasi dua arah.
2.4.5 Keyakinan, Nilai dan Sasaran
Aktifitas atau presepsi-presepsi yang tidak cocok
menimbulkan konflik. Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan,
nilai dan sasaran yang berbeda dengan manajer perawat, doter, pasien
pengunjung, keluarga, bagian administrasi, dan yang lainnya. Nilai-nilai
perawat dapat masuk kedalam konflik-konflik yang berhubungan dengan persoalan
secara etika yang termasuk perintah-perintah untuk tidak melakukan resusitasi,
pernyataan-pernyataan yang tidak manusiawi, aborsi, adiksi, AIDS, dan
masalah-masalah lainnya. Sasaran pribadi sering kali konflik dengan sasaran
organisasi, terutama yang berhubungan dengan pengaturan staf, pengaturan
jadwal, dan suasana kerja.
Perawat yang harus melanggar standar pribadinya akan melawan
sistem. Hal ini dapat merendahkan mereka dan menyebabkan hilangnya harga diri
dan stres emosional. Mereka harus mengetahui bahwa keyakinan mereka,
nilai-nilai dan sasaran pribadinya di hargai. Seperti orang lain, perawat
bertindak untuk melindungi citra diri atau umum dirinya bila ditekan atau di
serang. Respon mereka sesuai dengan harapan orang lain terhadap mereka, sebagai
mana mereka ingin disetujui. Mereka akan mempertahankan hak-hak dan
pertimbangan profesionalnya. Egonya mudah terluka dan menjadi masalah besar
dalam konflik. Pertahanan menjadi lebih panas bila salah satu atau kedua bagian
konflik tidak di informasikan atau dimanipulasi. Bila perawat tidak dikenal
atau dihargai mereka merasa tidak berdaya bila mereka tidak mampu mengontrol
situasi.
2.5 Proses Konfllik
Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain :
2.5.1 Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam
suatu organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang
cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan
kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak tampak secara nyata
atau tidak pernah terjadi.
2.5.2 Konflik yang dirasakan ( felt konflik)
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan
sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga
sebagai konflik “affectives”. Hal ini
penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik
tersebut sebagai suatu maslah/ancaman terhadap keberadaannya.
2.5.3 Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi.
Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari
penyelesaian konflik. Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan kompetisi,
kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik dalam perkembangannya. Sedangkan
penyelesaian konflik dalam suatu organisasi, memerlukan suatu upaya dan
strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
2.5.4 Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan
cara memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win solution” .
2.5.5 Konflik “Aftermatch”
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya
konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera
diatasi atau dikurangi penyebab dari konflik yang sama.
2.6
Penyelesaian Konflik
2.6.1 Langkah-langkah
Vestal (1994) menjabarkan
langkah-langkah menyelesaikan suatu
konflik meliputi :
1. Pengkajian
a. Analisa situasi
identifikasi
jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan. Setelah fakta dan memvalidasi
semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlihat
dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya bisa berubah.
b. Analissa dan mematikan isu yang berkembang
jelaskan
masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang
memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari
penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
c. Menyusun tujuan
Jelaskan
tujuan spesifik yang akan dicapai.
2. Identifikasi
a. Mengelola perasaan
hindari
suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai respon yang
berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.
3. Intervensi
a. Masuk pada konflik
Diyakini
dapat diselesaikan dengan baik.
Identifikasi
hasil yang positif yang akan terjadi.
4. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik
Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda.
Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
2.6.2
Strategi Penyelesaian Konflik
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 :
1. Kompromi atau Negosiasi
Suatu
srtategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling menyadari dan
sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian seperti ini sering diartikan
sebagai “lose-lose situation” kedua
unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam
manajemen keperawatan strategi ini sering digunakan oleh midle – dan top manajer
keperawatan.
2. Kompetisi
Strategi
ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian
konflik. Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok
yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini
adalah kemarahan, putus asa dan keinginan untuk perbaikan da masa mendatang.
3. Akomodasi
Istilah
yang lain sering digunakan adalah ”cooprative”.
Konflik ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha
mengakomodasi permasalahan-permasalahan dan memberi kesempatan orang lain untuk
menang. Masalah utama pada strategi sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi
ini biasanya sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan dengan
berbagai konsekwensinya.
4. Smoothing
Penyelesaian konflik dengan mengurangi
komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini individu yang terlibat
dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan dari pada perbedaan dengan penuh
kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa ditetapkan pada konflik yang
ringan, tetapi untuk konflik yang besar misalnya persaingan pelayanan/hasil
produksi dan tidak dapat dipergunakan.
5. Menghindar
Semua
yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang
dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalahnya.
Strategi ini dipilih bila ketidaksepakatan adalah membahayakan kedua
pihak,biaya penyelesaian lebih besar dari pada menghindar, atau maslah perlu
orang ketiga dalam menyelesaikannya atau jika masalah dapat terselesaikan
dengan sendirinya.
6. Kolaborasi
Strategi
ini merupakan strategi “win-win solution”
pada koloaborasi kedua unsur terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja
sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya meyakini akan mencapai suatu
tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi
tidak akan berjalan jika kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi
tersebut, kelompok yang terlibat tidak memiliki kemampuandalam menyelesaikan
masalah dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok / seorangan (Bowditch & Buono, 1994).
2.7 Hasil Manajemen Konflik
Apabila perhatian diberikan terhadap peranan manajer perawat
dalam meningkatkan suasana kerja perawat yang produktif, banyak kasus-kasus
konflik yang dapat di selesaikan. Pengetahuan dan keterampilan manajer konflik
yang terjadi adalah peran yang aktif dari manajer perawat.
Zamke menunjukan bahwa stres dan tekanan didalam merupakan
perangsang. Yang membuat nanajer lebih positif, lebih hati-hati dan pedulli
terhadap karyawannya. Dalam surveinya, ia menemukan bahwa dalam penurunan
memotivasi kinerja yang baik, memperbaiki keluaran, dan menghilangkan
pekerjaann yang tidak produktif yang dapat menimbulkan masalah moral dan
konflik. Dengan perubahan sistem pembayaran kembali dirumah sakit, manajer
perawat akan dihadapkan pada stres, tekanan kerja, penurunan hasil kerja.
Konflik dapat menjadi sumber energi dan kreatifitas yang
positif dan membangun bila dikelola dengan baik. Jika tidak, konflik akan
mengganggu fungsi, dan menghancurkan, menghabiskan energi serta mengurangi
keefektifan organisasi dan pribadi.
Konflik dapat menghancurkan inisiatif atau kreatifitas,
menyebabkan perilaku bermusuhan dan kekacauan, hilangnya semangat tim dan
hilangnya keinginan untuk bekerja kearah pencapaian tujuan bersama,
mengakibatkan jalan buntu dan kemacetan. Kelola konflik jangan sampai meluas.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi dapat disimpukan
bahwa hubungan kerja perawat dan personel yang lain, pasien dan keluarga dapat
menimbulkan potensial konflik. Dalam hal ini manajer perawat harus menguasai
bagaimana mengelola konflik. Penyebab-penyebab konflik termasuk perilaku
menentang, stres, ruang yang penuh sesak, kewenangan dokter, serta ketidak
cocokan nilai dan sasaran.
Konflik dapat dicegah
atau diatasi dengan disiplin, mempertimbangkan tahap kehidupan, komunikasi
termasuk mendengarkan secara aktif, penggunaan lingkaran kualitas, dan
ketetapan tentang latihan asertif bagi manajer perawat.
Tujuan dari manajemen
konflik termasuk memperluas tentang masalah, meningkatkan alternatif pemecahan,
dan mencapai kesepakatan dalam keputusan yang dapat dilaksanakan serta keikhlasan
terhadap keputusan yang dibuat. Strategi khusus termasuk menghindar, akomodasi,
kompetisi, kompromi, dan kerja sama. Selain itu manajer perawat dapat
mempelajari dan menggunakan keterampilan khusus untuk mencegah dan mengelola
konflik.
Manajemen konflik
menjaga meluasnya konflik, membuat kerja lebih produktif, dan dapat membuat
konflik sebagai suatu kekuatan yang positif dan membangun.
B. SARAN
Bertolak
dari pandangan keperawatan dan ilmu keperawatan yang selalu mengikuti
perkembangan IPTEK maka bagi mahasiswa diharapkan mampu mengikuti perkembangan
sekaligus memberikan ilmu pengetahuan dan ilmu keperawatan mengenai manajement
konflik serta dapat menyelesaikanya dengan baik.
Apabila
ada kesalahan dari kami,kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca,itu lebih baik buat kami untuk memperbaiki.terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Amstrong,
Michael. 1999. Seri Pedoman Manajemen Sumberdaya Manusia, Jakarta : Elex Media
KomputindoHandoko, T.Hani. 1995
Manajemen.
Yogyakarta : BPEF Robbin, P.Stephen . 2001. Perilaku Organisasi,Konsep Dasar
dan Aplikasinya , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sudarmo, Indriyo Gito dan
Nyoman
Sudita .2000
Perilaku
Keorganisasian, Yogyakarta : BPFE Winardi. Manajer dan Manajemen, Bandung :
Citra
Adhitya Bakti, 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar