Nurse its my job

Nurse its my job

Selasa, 28 April 2015

MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Mengingat adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, maka adalah rasional untuk menduga akan timbulnya perbedaan perbedaan pendapat, keyakinan-keyakinan serta ide-ide.
Setiap organisasi dimana manusia berinteraksi mempunyai kemungkinan terjadi konflik. Institusi kesehatan mempunyai banyak kelompok-kelompok yang berinteraksi, staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter dan sebagainya. Interaksi-interaksi ini sering menimbulkan konflik.
Konflik berhubungan dengan perasaan-perasaan termasuk perasaan diabaikan, dipandang sebagai mana adanya, diperlakukan seperti budak, tidak dihargai. Hal ini berhubungan dengan kurangnya harga diri dan tidak di anggap berharga. Perasaan-perasaan individu menimbulkan suatu titik kemarahan. Hal ini mengakibatkan perilaku bermaksud jahat seperti berfikir, berdebat, atau berkelahi.
Individu dapat membiarkan perasaan dan perilakunya dalam bekerja. Penurunan produktifitas, kadang-kadang dengan maksud tertentu, dan sengaja dibuat kesalahan-kesalahan.
Di samping itu perlu diingat bahwa orang-orang bekerja sama erat satu sama lain dan khususnya dalam rangka upaya mengejar sasaran-sasaran umum, maka cukup beralasan untuk mengasumsi bahwa dengan berlangsungnya waktu yang cukup lama, pasti akan timbul perbedaan-perbedaan pendapat antara meraka. mengingat bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka approach yang baik untuk diterapkan adalah pendekatan mencoba memanfaatkan konflik demikian rupa, hingga ia tetap serta efektif untuk sasaran-sasaran yang di inginkan. Pendekatan konflik sebagai bagian normal dari perilaku dapat di manfaatkan sebagai alat untuk mempromosikan dan mencapai perubahan-perubahan yang di kehendaki.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa Definisi Konflik?
1.2.2 Bagaimana Sejarah Terjadinya manajemen konflik?
1.2.3 Apa Kategori Konflik?
1.2.4 Apa Penyebab dari Konflik?
1.2.5 Bagaimana Proses Terjadinya Konflik?
1.2.6 Bagaimana Penyelesaian Konflik?
1.2.7 Bagaimana Hasil dari Manajemen Konflik?

1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 Untuk Mengetahui Definisi Konflik
1.3.2 Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Trjadinya Manajemen  Konflik
1.3.3 Untuk Mengetahui Kategori Konfllik
1.3.4 Untuk Mengetahui Penyebab dari Konflik
1.3.5 Untuk Mengetahui Proses Terjadinya Konflik
1.3.6 Untuk Mengetahui Bagaimana Penyelesaian Konflik
1.3.7 Untuk Mengetahui Hasil dari Manajemen Konflik

1.4 MANFAAT PENULISAN
1.4.1 Bagi Penulis
Sebagai pedoman dan panduan mahasiswa dalam memahami arti penting dari Manajemen konflik.
1.4.2 Bagi Dosen
Penulisan makalah ini dapat menjadi tolak ukur pemahaman mahasiswa terhadap Manajemen konflik.
1.4.3 Bagi Pembaca
Meningkatkan kesadaran pembaca terhadap pentingnya Manajemen konflik.

1.5 METODE PENULISAN
Adapun metode penulisan yang penulis lakukan adalah :
1.5.1 Tinjauan Pustaka
Mempelajari dari buku dan internet.
1.5.2 Pengumpulan Data
Mengumpulkan data-data yang terkait dengan manajemen konflik.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konflik
Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. (Marquis & Huston 1998).
Konflik dapat di kategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi dari suatu ketidak setujuan antara dua orang atau organisasi dimana seseorang tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik di manifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan diri seseorang.

Konflik adalah suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi untuk terjadinya suatu konflik yang berarti juga sebagai pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa konflik dapat berakibat pertumbuhan produksi dan kehancuran organisasi, tergantung bagaimana manajer  mengolahnya. Karena konflik adalah suatu yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu organisasi, maka manajer harus mengolahnya dengan baik.

2.2 Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik
Sejarah terjadinya suatu konflik di suatu organisasi dimulai seratus tahun yang lalu, dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang pasti terjadi di organisasi. Pada awal abad ke-20, konflik diindikasikan sebagai suatu kelemahan manajemen disuatu organisasi dan harus dihindarkan.
Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik selalu akan merusaknya. Sewaktu konflik mulai terjadi pada suatu organisasi, meskipun dihindari dan ditolak, maka harus diselesaikan secepatnya. Konflik sebenarnya dapat dihindari, kalo staf diarahkan terhadap suatu tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya dan ketidakpuasan staf harus diekspresikan secara langung supaya masalah tidak menumpuk dan bertambah banyak.
Pada pertengahan abad ke-19, sewaktu ketidak puasan staf dan umpan balik dari atasan tidak ada, maka konflik diterima secara pasif dan sebagai suatu kejadian yang normal dalam organisasi. Oleh karena itu sebagai manajer harus belajar tentang bagaimana menyelesaikan konflik tersebut dari pada berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi sebagai suatu unsur penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya, tetapi diakui bahwa konflik dan kerjasama dapat terjadi secara bersamaan.

2.3  Kategori Konflik
Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk mengklarifikasikan nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering di manifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan dan loyalitas kepada pasien.
2. Interpersonal
Konflik yang terjadi antar dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konfik dengan teman sesama manajer, atasan dan bawahannya.
3. Intergroup ( Antar Kelompok )
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen atau organisasi. Sumber jenis konflik ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas ( kualitas jasa layanan ), keterbatasan prasarana.
Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik intrapersonal, interpersonal dan antar kelompok. Tapi dalam organisasi konflik dipandang sebagai konflik secara vertikal dan horizontal (Marquis & Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi atasan dan bawahan. Konflik horizontal terjadi antara staf dengan kedudukan atau posisi yang sama. Misalnya konflik horizontal ini meliputi wewenang, keahlian dan praktik.

2.4 Penyebab Konflik
2.4.1 Perilaku Menetang
Perilaku menetang dapat menimbulkan konflik. Yang menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ini di tunjukan. Manajer perawat harus menentukan perilaku bahwa seseorang yang memperlihatkan perilaku menentang dapat menimbulkan konflik. Menentang adalah ancaman pada suatu dialog yang rasional.
Seorang penentang menentang kewenangan manajer perawat melalui perilaku kenakalan dan perilaku yang keras, perilaku ini mungkin berlaku verbal dan non verbal.
Murfhy menggambarkan tiga versi penentang. Pertama adalah Competitive Bomber yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai “urus aja sendiri”. Mereka dengan wajah cemberut pergi meninggalkan manajer perawat atau tidak masuk kerja. Penentang kompetitif ini dapat merusak secara agresif berupa serangan yang sengaja. Mereka berkomentar tentang kondisi kerja yang tidak adil dan kacau, manipulasi dan jadwal kerja yang jelek. Perilaku-perilaku ini dilakukan untuk  memancing respons manajerial. Apabila mereka mendapatkan suatu respon , mereka merajuk dan memaksa untuk mendapatkan dukungan teman-teman sejawat bahkan manajemen lebih tinggi.
Penentang kedua adalah Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama  tetapi juga sambil melakukan ejekan dan hinaan, mereka mengeluh dan mengkritik untuk mendapat dukungan yang lain.
Yang ketiga adalah Avolder. penentang ini menghindarkan kesepakatan dan partisipasi. Mereka tidak merespon terhadap manajer perawat. Apabila kondisi berubah maka mereka menghindar untuk berpartisipasi.


2.4.2 Stres




Konflik menimbulkann stres, ketakutan, kecemasan dan perubahan dalam hubungan profesional. Kondisi-kondisi ini dapat berpotensial menimbulkan konflik. Stresor termasuk “mendapatkan tanggung jawab sedikit, kurangnya partisipasi dalam membuat keputusan, kurangnya dukungan manajerial, keharusan untuk meningkatkan standar penampilan dan penyesuaian dengan perubahan tekhnologi yang cepat”. Biaya stres pada tahun 1973 diperkirakan 1 sampai 3 % dari GNP (gross national product). Dan bisa saja angka tersebut meningkat setelah tahun 1973.
Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa penat karena mencoba mempertahankan sistem pendukung untuk memberi perawatan. Perawat klinis merasa penat karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan kualitas tinggi.
Konfrontasi, ketidak setujuan. Dan kemarahan adalah bukti dari stres dan konflik. Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilakukan manusia, termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi.
Stres pada pasien dapat menimbulkan penyakit ringan introgenik, komplikasi dan pelambatan pemuliahan. Hal ini dapat ditimbulkan oleh depresi atau kecemasan. Dan staf yang stres tidak dapat menghadapi pasien yang stres, dan ini dapat menimbulkan tidak efisien, ketidak puasan kerja dan tidak mengacuhkan perawatan. Pada akhirnya staf terpancing dalam konflik. Mereka juga dapat mengelami penyakit ringan iatrogenik seperti pasien-pasien mereka. Keluarga pasien dapat menambah stres bila tidak ditangani dengan baik, meningkatnya stres pada pasien dan staf menurunkan keefektifan penggunaan waktu masalah-masalah ini meningkatnya biaya perawatan pasien, meningkatnya rasa sakit dan menurunnya efisiensi dan efektivitas perawatan. Dimasa yang akan datang pasien dapat pergi kemana saja untuk mendapatkan perawatan, apakah inisiatif sendiri maupun atas rekomendasi dokter, keluarga, teman atau kenalan.
2.4.3 Stres
Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit, mereka harus berinteraksi secara konstan dengan anggota staf yang lain, pengunjung dan dokter-dokter. Terutama pada ruang/unit perawatan intensif yang penuh sesak. Menimbulkan kepenatan dan pergantian.
2.4.4 Kewenangan Dokter
Dokter-dokter dilatih untuk berwenang terhadap perawat. perawat masakini ingin menjadi lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab profesional, dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Mereka banyak menggunakan waktu berada didekat pasien dari pada dokter, dan sering kali mempunyai usulan yang valid dalam mengubah tindakan terapi. Para dokter terkadang melalaikan usulan-usulan mereka, yang menunjukan mereka tidak menginginkan umpan balik. Perawat menjadi marah bila harga diri mereka menurun. Komunikasi gagal, terutama komunikasi dua arah.
2.4.5 Keyakinan, Nilai dan Sasaran
Aktifitas atau presepsi-presepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan manajer perawat, doter, pasien pengunjung, keluarga, bagian administrasi, dan yang lainnya. Nilai-nilai perawat dapat masuk kedalam konflik-konflik yang berhubungan dengan persoalan secara etika yang termasuk perintah-perintah untuk tidak melakukan resusitasi, pernyataan-pernyataan yang tidak manusiawi, aborsi, adiksi, AIDS, dan masalah-masalah lainnya. Sasaran pribadi sering kali konflik dengan sasaran organisasi, terutama yang berhubungan dengan pengaturan staf, pengaturan jadwal, dan suasana kerja.
Perawat yang harus melanggar standar pribadinya akan melawan sistem. Hal ini dapat merendahkan mereka dan menyebabkan hilangnya harga diri dan stres emosional. Mereka harus mengetahui bahwa keyakinan mereka, nilai-nilai dan sasaran pribadinya di hargai. Seperti orang lain, perawat bertindak untuk melindungi citra diri atau umum dirinya bila ditekan atau di serang. Respon mereka sesuai dengan harapan orang lain terhadap mereka, sebagai mana mereka ingin disetujui. Mereka akan mempertahankan hak-hak dan pertimbangan profesionalnya. Egonya mudah terluka dan menjadi masalah besar dalam konflik. Pertahanan menjadi lebih panas bila salah satu atau kedua bagian konflik tidak di informasikan atau dimanipulasi. Bila perawat tidak dikenal atau dihargai mereka merasa tidak berdaya bila mereka tidak mampu mengontrol situasi.

2.5 Proses Konfllik
Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain :
2.5.1 Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak tampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
2.5.2 Konflik yang dirasakan ( felt konflik)
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik “affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu maslah/ancaman terhadap keberadaannya.
2.5.3 Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian konflik. Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik dalam perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam suatu organisasi, memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
2.5.4 Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win solution” .
2.5.5 Konflik “Aftermatch”
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau dikurangi penyebab dari konflik yang sama.

2.6 Penyelesaian Konflik
2.6.1 Langkah-langkah
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah  menyelesaikan suatu konflik meliputi :
1. Pengkajian
       a. Analisa situasi
identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan. Setelah fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlihat dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya bisa berubah.
b. Analissa dan mematikan isu yang berkembang
jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
c. Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2. Identifikasi
a. Mengelola perasaan
hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai respon yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.
3. Intervensi
a. Masuk pada konflik
Diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
4. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik
Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

2.6.2 Strategi Penyelesaian Konflik
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 :
1. Kompromi atau Negosiasi
Suatu srtategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling menyadari dan sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian seperti ini sering diartikan sebagai “lose-lose situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam manajemen keperawatan strategi ini sering digunakan oleh midle – dan top manajer keperawatan.
2. Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik. Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa dan keinginan untuk perbaikan da masa mendatang.
3. Akomodasi
Istilah yang lain sering digunakan adalah ”cooprative”. Konflik ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan-permasalahan dan memberi kesempatan orang lain untuk menang. Masalah utama pada strategi sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan dengan berbagai konsekwensinya.
4. Smoothing
 Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan dari pada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa ditetapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang besar misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi dan tidak dapat dipergunakan.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalahnya. Strategi ini dipilih bila ketidaksepakatan adalah membahayakan kedua pihak,biaya penyelesaian lebih besar dari pada menghindar, atau maslah perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution” pada koloaborasi kedua unsur terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya meyakini akan mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan berjalan jika kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak memiliki kemampuandalam menyelesaikan masalah dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok / seorangan (Bowditch & Buono, 1994).

2.7 Hasil Manajemen Konflik
Apabila perhatian diberikan terhadap peranan manajer perawat dalam meningkatkan suasana kerja perawat yang produktif, banyak kasus-kasus konflik yang dapat di selesaikan. Pengetahuan dan keterampilan manajer konflik yang terjadi adalah peran yang aktif dari manajer perawat.
Zamke menunjukan bahwa stres dan tekanan didalam merupakan perangsang. Yang membuat nanajer lebih positif, lebih hati-hati dan pedulli terhadap karyawannya. Dalam surveinya, ia menemukan bahwa dalam penurunan memotivasi kinerja yang baik, memperbaiki keluaran, dan menghilangkan pekerjaann yang tidak produktif yang dapat menimbulkan masalah moral dan konflik. Dengan perubahan sistem pembayaran kembali dirumah sakit, manajer perawat akan dihadapkan pada stres, tekanan kerja, penurunan hasil kerja.
Konflik dapat menjadi sumber energi dan kreatifitas yang positif dan membangun bila dikelola dengan baik. Jika tidak, konflik akan mengganggu fungsi, dan menghancurkan, menghabiskan energi serta mengurangi keefektifan organisasi dan pribadi.
Konflik dapat menghancurkan inisiatif atau kreatifitas, menyebabkan perilaku bermusuhan dan kekacauan, hilangnya semangat tim dan hilangnya keinginan untuk bekerja kearah pencapaian tujuan bersama, mengakibatkan jalan buntu dan kemacetan. Kelola konflik jangan sampai meluas.


BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Jadi dapat disimpukan bahwa hubungan kerja perawat dan personel yang lain, pasien dan keluarga dapat menimbulkan potensial konflik. Dalam hal ini manajer perawat harus menguasai bagaimana mengelola konflik. Penyebab-penyebab konflik termasuk perilaku menentang, stres, ruang yang penuh sesak, kewenangan dokter, serta ketidak cocokan nilai dan sasaran.
Konflik dapat dicegah atau diatasi dengan disiplin, mempertimbangkan tahap kehidupan, komunikasi termasuk mendengarkan secara aktif, penggunaan lingkaran kualitas, dan ketetapan tentang latihan asertif bagi manajer perawat.
Tujuan dari manajemen konflik termasuk memperluas tentang masalah, meningkatkan alternatif pemecahan, dan mencapai kesepakatan dalam keputusan yang dapat dilaksanakan serta keikhlasan terhadap keputusan yang dibuat. Strategi khusus termasuk menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerja sama. Selain itu manajer perawat dapat mempelajari dan menggunakan keterampilan khusus untuk mencegah dan mengelola konflik.
Manajemen konflik menjaga meluasnya konflik, membuat kerja lebih produktif, dan dapat membuat konflik sebagai suatu kekuatan yang positif dan membangun.

B. SARAN
Bertolak dari pandangan keperawatan dan ilmu keperawatan yang selalu mengikuti perkembangan IPTEK maka bagi mahasiswa diharapkan mampu mengikuti perkembangan sekaligus memberikan ilmu pengetahuan dan ilmu keperawatan mengenai manajement konflik serta dapat menyelesaikanya dengan baik.
Apabila ada kesalahan dari kami,kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca,itu lebih baik buat kami untuk memperbaiki.terima kasih.

 DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Michael. 1999. Seri Pedoman Manajemen Sumberdaya Manusia, Jakarta : Elex Media KomputindoHandoko, T.Hani. 1995

Manajemen. Yogyakarta : BPEF Robbin, P.Stephen . 2001. Perilaku Organisasi,Konsep Dasar dan Aplikasinya , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sudarmo, Indriyo Gito dan
Nyoman Sudita .2000

Perilaku Keorganisasian, Yogyakarta : BPFE Winardi. Manajer dan Manajemen, Bandung :
Citra Adhitya Bakti, 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar